Minggu, 21 November 2021

Sikap Teladan Pohon Pisang

 


                        


                                      Oleh: Ahmad Khoibar, S.Ag.


foto: Dokumen pribadi

                 Coba sejenak kita perhatikan pohon pisang ini!  Jika kita amati dengan teliti, maka tidak ada pohon pisang yang tegak berdiri sendiri. Sifat pohon pisang selalu berkeluarga. Ia tumbuh dari yang paling muda sampai yang paling tua, yang sudah berbuah.

                 Meskipun pohon pisang tumbuh berkeluarga, tetapi yang berbuah hanya satu pohon,  yakni yang paling tua. Ketika buahnya sudah layak diambil, pohon tertua itu ditebang dan selanjutnya pohon yang usianya paling dekat dibawah pohon tua tadi yang melanjutkan tugasnya untuk berbuah.

                 Demikian seterusnya yang terjadi. Pohon pisang silih berganti dan secara berurutan menjalani proses berbuah. Bila diumpamakan sebuah keluarga yang beranggotakan tujuh orang kakak beradik, maka kakak tertua-lah yang berhak menjalani proses berbuah. Lalu,  dilanjutkan oleh adik kesatu, kemudian dilanjutkan lagi oleh adik kedua dan seterusnya sampai adik yang paling kecil.

                  Dalam hukum keluarga pohon pisang, yang lebih muda tidak boleh melangkahi yang lebih tua dalam proses berbuah. Mereka harus menjalani proses berbuah secara berurutan.

                 Adapun Pelajaran kehidupan yang dapat kita ambil dari pohon pisang di antaranya:

                 Pertama: Hendaknya kita membiasakan untuk mendahulukan dan menghormati yang lebih tua dari kita. Sebagai orang timur, kita dikenal dengan budaya ramah dan sopan. Salah satunya, budaya menghormati orang yang lebih tua.

                 Di dalam hubungan keluarga, seorang adik harus menghormati kakaknya sebagai balasan dari hak kasih sayang yang ia terima dari  kakaknya. Wujud menghormati bisa dengan cara tidak membantah nasehat seorang kakak,  menuruti perintahnya atau mendengar serta menghargai pendapatnya.

                 Demikian juga dalam pergaulan di masyarakat,  kita diajarkan untuk menghormati yang lebih tua usianya dari kita. Mulai dari memanggil dengan sebutan yang  patut,  mempersilahkan duduk terlebih dulu jika tempat duduk terbatas, lebih dulu menyapa ketika bertemu di jalan dan contoh lainnya.

                 Dalam Islam kita diajarkan agar menghormati orang yang lebih tua. Salah satunya ketika kita sedang berjalan, lalu di depan kita ada orang yang lebih tua, maka kita dianjurkan agar tidak mendahuluinya.

                 Kedua: Melatih kesabaran dalam menunggu giliran atau membiasakan budaya antri. Di negara maju seperti Jepang dan negara-negara Eropa, belakangan ini mulai terjadi perubahan pada kurikulum  mereka. Di awal masuk ajaran baru, pada beberapa bulan pertama para siswa tidak langsung diberikan materi pelajaran yang bersifat kognitif (ranah pengetahuan), tetapi mereka dikenalkan dengan norma dan nilai-nilai positif, lalu diajarkan, dilatih dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.

                 Adapun alasannya, agar mereka memiliki generasi yang memiliki karakter positif atau kalau dalam terminologi Islam, agar generasi mereka memiliki akhlak mulia. Mereka sudah berabad-abad memprioritaskan kehebatan isi kepala (sains dan tekhnologi), sementara urusan sikap dan prilaku menjadi nomor sekian, bahkan dimasukkan ke dalam urusan pribadi atau hak asasi.

                 Disebabkan ketidakseimbangan tersebut, akhirnya mereka menyadari betapa pentingnya nilai-nilai sikap bagi generasi selain sains dan tekhnologi. Sehingga, akhir-akhir ini ada semacam mindset baru di benak para orang tua di negara-negara tersebut, dimana mereka lebih takut anak-anak mereka tidak bisa mengantri dari pada tidak bisa matematika.

                 Mengapa demikian? Karena berawal dari budaya mengantri inilah, semuanya akan menjadi lancar dan tertib. Ini memang tampaknya sepele. Tetapi, jika kita dan anak-anak kita sudah terlatih dan terbiasa disiplin dan sabar dalam antrian, maka akan berpengaruh positif terhadap seluruh aspek kehidupan lainnya.

                 Ketiga: Melatih untuk memberi contoh teladan. Memberi contoh atau memberi keteladanan merupakan metode terbaik dalam mendidik, baik untuk para guru di sekolah dalam mendidik siswa, maupun untuk para orang tua dalam mendidik anak.

                 Sebuah pohon pisang yang paling tua tidak akan tumbang atau ditumbangkan sebelum berhasil memberikan buah. Artinya, di sini ada nilai tanggung jawab dan contoh untuk generasi berikutnya.

                 Sekali lagi, memberi contoh itu sangat penting. Satu tindakan contoh akan jauh lebih baik dan lebih efektif dibanding seribu kata-kata. Misalnya, seorang guru ingin menerapkan disiplin agar siswa-siswanya datang tepat waktu ke sekolah, maka cara terbaik, guru tersebut harus datang lebih awal dari siswa-siswanya setiap hari.

                 Dengan begitu, guru tersebut tidak usah sibuk berceramah menjelaskan manfaat datang tepat waktu. Karena, jika ada siswa yang terlambat, ia akan merasa malu sendiri kepada guru dan teman-temannya. 

                                                                Foto : Dokumen Pribadi

                 Contoh lainnya, misalnya seorang ayah ingin anaknya terbiasa shalat tepat waktu berjamaah di masjid. Jika ayahnya jarang pergi shalat berjamaah ke masjid, meskipun beribu-ribu kali menyuruh anaknya shalat berjamaah di masjid, maka sang anak akan susah disuruh shalat di masjid.

                 Lain halnya, jika si Ayah setiap waktu melaksanankan shalat fardu berjamaah di masjid, maka cukup sekali dua kali saja sang ayah menyuruhnya, insya Allah si anak akan taat dan patuh karena setiap hari ayahnya memberi teladan.

                 Keempat: Melatih menjadi manusia yang bertanggung jawab. Sikap tangung jawab termasuk salah satu dari sikap terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Nilai diri seseorang dapat dlihat dari sikapnya, apakah dia seorang yang bertanggung jawab atau tidak.

                 Adapun indikator seseorang bertanggung  jawab atau tidak, sebenarnya sederhana. Cukup melihat sikap seseorang ketika dia melakukan sebuah kesalahan, baik disengaja atau tidak?  Bila seseorang melakukan sebuah kesalahan, lalu secara spontan ia meminta maaf atas kesalahannya, kemudian ia memperbaiki yang harus diperbaiki atau mengganti apa yang harus diganti karena kesalahannya tersebut, maka dipastikan ia termasuk orang yang bertanggung jawab.    

                 Indikator lainnya, dengan melihat sikap seseorang ketika diberikan sebuah tugas atau pekerjaan? Bila seseorang menyelesaikan sesuatu pekerjaan tepat waktu sesuai tugas yang diberikan, berarti ia orang yang bertanggung jawab. Semakin tinggi rasa dan sikap tanggung jawab seseorang,akan semakin tinggi pula nilai diri orang tersebut.

 

2 komentar:

  1. Masya Allah tabarakallah....semoga nasehat nya menjadi ladang amal ya pak RT .... Semoga keluarga kita khususnya dan masyarakat pada umumnya bisa meneladani Sifat pohon pisang ini ....dan kita selalu dihidarkan dari sifat tidak sabar dan selalu bisa membiasakan budaya antri dan yang penting sekali.menghormati yang tua....
    Aamiin....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2 pak Zahrul.ini. Sebenarnya..nasehat buat saya sendiri..semoga bermanfat

      Hapus

The Real Tolerance of SD YPPI

Free kinds of fhotos snd videos...

https://www.pexels.com/id-id/@ahmad-khoibar-115812776/