Kamis, 06 Januari 2022

Memoar: Tangisan itu Berujung Senyuman Part 7 : Judul : The Real Tolerance of SD YPPI Perawang-Riau

 

Bab VII

The Real Tolerance of SD YPPI Perawang-Riau

    Tak terasa sampai hari ini, sudah 14 tahun lebih saya menjadi guru tetap yayasan di SD YPPI Perawang. Meskipun lokasinya cukup jauh dari Pekanbaru sebagai ibu kota Provinsi,  namun sekolah ini cukup dikenal di wilayah Riau, terlebih di kabupaten Siak.

            Yang membuat sekolah ini cukup dikenal sekaligus disegani, karena segudang prestasi yang telah ditorehkan oleh para siswanya, terutama dalam bidang akademik.

            Setiap tahunnya selalu ada siswa SD YPPI yang lolos seleksi olimpiade matematika atau sains, mulai tingkat kabupaten sampai tingkat nasional. Bahkan, beberapa kali menyabet medali di ajang olimpiade tingkat nasional. Padahal, persaingan untuk lolos, sangatlah berat dan ketat.

             Lawan-lawannya pun banyak dari sekolah-sekolah elit dan ternama, terutama yang ada di Pekanbaru seperti, SD Santa Maria, SD Global, SD Al Azhar, SD Darma Yuda, SD Islam Al Ittihad, SD Cendana Chevron, SD Mutiara Duri dan masih banyak lagi sekolah bagus lainnya.

            SD YPPI sendiri bisa dibilang bukan termasuk sekolah elit, bila dilihat dari segi fasilitas yang dimiliki dan dari besaran uang SPPnya. Fasilitasnya, memang bisa dikatakan lengkap, tapi tidak mewah. Bahkan, boleh dibilang standar.

            Sementara uang SPP bulanan siswa, tidak mahal untuk ukuran sekolah swasta di daerah Riau. Bahkan, sekolah-sekolah swasta lain, banyak yang jauh lebih mahal.

            1 Januari 2007, pertama saya mengajar di SD YPPI. Untuk diterima menjadi guru di sekolah ini cukup sulit. Yang namanya’KKN’ tidak berlaku di sini.

            Proses seleksi terdiri dari dua tahap. Pertama, tes psiklogi secara tertulis dan kedua, tes wawancara langsung. Ketika sesi wawancara, ada enam orang yang hadir mewawancarai saya. Tiga orang dari pihak yayasan, kepala sekolah SD,

 


Dokumen Pribadi: Tim Olimpiade SD YPPI mewakili Kab. Siak untuk tingkat Provinsi Riau.


Dokumen Pribadi: Pemberian penghargaan dari Dinas Pendidikan kabupaten Siak kepadaTim Olimpiade SD YPPI mewakili Kab. Siak untuk tingkat Provinsi Riau.

(Tim olimpade Matematika dam Sains didampingi Kepala Sekolah & Guru Pembina. Mereka para pemenang olimpiade matematika dan sains tingkat Kabupaten Siak tahun 2018, sekaligus mewakili kabupaten Siak untuk tingkat Provinsi. Salah seorang lolos ke tingkat Nasional di Kota Padang Sumatra Barat).

kepala Sekolah SMP dan kepala sekolah SMP. Masing-masing mengajukan pertanyaan kepada saya, mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan, termasuk soal gaji.

            Menurut salah seorang panitia seleksi, hasil tes akan diberitahukan seminggu kemudian. Jika dalam satu minggu tidak dikontak, berarti tidak diterima. Al hamdulilah, baru tiga hari, datang seseorang mengantarkan sebuah surat ke kontrakan adik saya, tempat saya menumpang sementara.

            Ketika saya buka surat itu, isinya menyatakan bahwa saya diterima sebagai tanaga pendidik di yayasan tersebut. Sebelum dikeluarkan SK tetap yayasan, selama enam bulan saya harus menjalani masa percobaan. Bila dinilai kurang memadai, bisa saja SK tersebut tidak dikeluarkan atau tidak jadi diterima. Jadi, selama masa percobaan ini, bisa dikatakan posisi belum aman.

            1 Januari 2007, Senin pagi, pertama saya masuk sekolah. Kegiatan pertama saya mengikuti upacara bendera. Saya berdiri di barisan para guru, menghadap barisan para siswa. Sejenak saya terkesima menyaksikan begitu banyaknya siswa.

            Pak Agus, salah seorang guru yang berdiri di samping saya, seolah tahu saya sedang terkesima dengan jumlah siswa sebanyak itu. Lalu, ia berbicara pelan dekat telinga saya, “ini baru setengahnya pak Ahmad, ini baru shift pagi kelas 4,5 dan 6. Setengahnya lagi nanti shift siang, kelas 1,2 dan 3.” Mendengar informasi dari pak Agus tadi, saya semakin terbelalak sambil menggelengkan kepala.

            Jumlah siswa SD YPPI saat itu mencapai 2400 siswa. Terdiri dari dua shif seperti yang diceritakan pak Agus tadi. Shif pagi mulai pukul 07.00 sampai pukul 12.15 kelas 4-6 dan shif siang mulai pukul 13.00 sampai pukul 17.15 kelas 1-3.

            Setiap tingkat ada 11 rombel atau kelas dan setiap kelas berjumlah rata-rata 37 siswa. Sedangkan gurunya, di luar tenaga kependidika berjumlah 72 orang.

            Saya tidak tahu, apakah di Indonesia, ada Sekolah Dasar yang siswanya melebihi jumlah siswa yang dimiliki oleh SD YPPI ini? Yang pasti saat itu, di Provinsi Riau, inilah Sekolah Dasar/SD dengan jumlah siswa terbanyak.

            Seiring berjalannya waktu dan terkait peraturan pemerintah, dalam hal ini peraturan Mendiknas, Selama lima tahun terakhir, penerimaan siswa baru setiap tahunnya berangsur dibatasi. Tujuannya, untuk mengurangi jumlah rombel dan jumlah siswa per kelasnya.

            Jadi, selama lima tahun terakhir ini, secara bertahap jumlah rombel maupun jumlah siswa per kelas mulai berkurang. Kalau di awal-awal saya masuk, jumlah rombel atau kelas mencapai 67 kelas, dengan jumlah siswa per kelasnya rata-rata 37 orang dan total jumlah siswa mencapa 2400 orang, maka saat ini (2021), sekolah ini hanya memiliki 42` rombel, dengan jumlah siswa per kelas rata-rata 26 siswa. Sedangkan total jumlah siswa sekitar 1000 siswa. Bahkan, kabarnya, masih akan ada pengurangan untuk satu, dua tahun kedepan.

            Akibat dari pengurangan siswa ini, tentu saja berdampak pada jumlah rombongan belajar/rombel atau kelas. Berkurangnya jumlah kelas berakibat berkurang banyak jumlah jam mengajar.

            Hal ini tentu menyebabkan kelebihan guru. Konsekuensinya, selama lima tahun terakhir ini, harus ada dua atau tiga orang guru yang dirumahkan setiap tahunnya.

            Jadi, dalam menjalankan tugas, saya dan teman-teman guru yang masih dipertahankan, merasa was-was dan tidak tenang. Terkadang menjadi beban pikiran, jangan-jangan, tahun depan dapat giliran dirumahkan alias dipecat.

            Itulah nasib guru swata. Kapanpun tidak dibutuhkan, bisa langsung diberhentikan. Jadi, bagi yang merasa sering tidak hadir dan kinerjanya kurang bagus, harap bersiap-siap angkat kaki dari sekolah ini, meskipun masih betah.

           

                                     Dokumen pribadi. Tim Pengajar SDS YPPI Perawang Kab. Siak Riau.

                                     
                                                Dokumen pribadi.
 Tim Pengajar SDS YPPI Perawang Kab. Siak Riau.

            Apapun ceritanya, saya merasa beruntung dan bersyukur bisa bergabung dengan keluarga besar Yayasan Pendidikan Persada Indah/YPPI Perawang. Selain itu, saya juga beruntung bisa menjadi guru di daerah kabupaten Siak-Riau.

             Adapun yang menjadi alasan utamanya adalah, karena saya digaji dengan layak. Selain gaji bulanan, yayasan memberi THR sebulan gaji setiap hari raya. Kemudian sebelum peraturan harus bergabung dengan BPJS, saya mendapat asuransi kesehatan yang layak, jaminan sosial tenaga kerja, dana pensiun dan SHU koperasi sekolah setiap tahun.

            Selain semua yang didapatkan dari yayasan tersebut di atas, saya pun mendapat tunjangan dari Pemda kabupaten Siak, yang bernama dana rombel. Kalau dulu, namanya honor daerah.

            Dana ini merupakan bantuan rutin Pemda Siak untuk sekolah-sekolah swasta. Adapun jumlahnya, tergantung banyaknya jumlah rombel yang dimiliki oleh sebuah sekolah.

            Saya menilai, Pemda kabupaten Siak sangat fokus dalam peningkatan bidang pendidikan, kesehatan dan bidang keagamaan. Khusus untuk bidang pendidikan dan keagamaan, sudah cukup banyak program dan kucuran dana yang dikeluarkan.         Bahkan, tidak hanya guru yang mengajar di sekolah-seklah formal saja, tetapi semua guru yang mengajar di MDA/MDTA/TPA, takmir/garim masjid, semua mendapat tunjangan dari Pemda Siak, asalkan identitas yang bersangkutan tercata namanya.

            SD YPPI merupakan sebuah yayasan yang bernaung di bawah PT. Indah Kiat Pulp & Paper (Grup Sinar Mas). Saat ini yayasan membawahi empat unit jenjang pendidikan, mulai TK, SD, SMP dan SMK.

             Saya sendiri ditempatkan di SD. saya mengajar Pendidikan Agama Islam bersama enam orang guru agama Islam yang lain (saat ini tinggal 5 orang). Selain itu saya mengajar muatan lokal Arab Melayu dan terkadang diperbantukan mengajar materi bahasa Inggris.

            SD YPPI merupakan sekolah dasar umum. Siswanya terdiri dari berbagai suku dan agama, seperti suku Minang, suku Batak, suku Jawa, suku Melayu dan etnis keturunan Cina. Sedangkan berdasarkan agama, terdiri dari Islam, Budha dan Kristen. Adapun penganut mayoritas, siswa beraga Islam.

            Dalam pergaulan sehari-hari, para siswa yang berlainan suku dan agama itu, berbaur menjadi satu. Komposisi dalam kelas pun becampur. Ada yang tiga agama sekaligus dalam satu kelas, ada yang dua agama dan ada yang satu agama saja. Semuanya, tergantung  pada kondisi.

            SD YPPI mengangkat guru agama dari semua agama yang ada di sekolah tersebut. Seluruh guru agama, baik guru agama Islam, Kristen maupun Budha, sering berkumpul bersama jika menghadapai hari-hari besar keagamaan. Kadang-kadang diselingi makan bersama dan bersenda gurau. Menurut saya, ini sebuah pemandangan yang jarang ditemukan.

            Jika masuk jam pelajaran agama, untuk siswa yang beragama Islam, belajar agama tetap di dalam kelas atau di mushalla. Sementara yang beragama Kristen dan Budha masuk ke ruang agama masing-masing yang sudah disediakan oleh pihak sekolah.

            Ketika terjadi perselisihan atau pertikaian di antara siswa, hampir tidak pernah disebabkan oleh masalah agama atau suku. Perselisihan terjadi biasanya disebabkan oleh hal-hal yang bersifat umum, seperti mengejek nama orang tua atau karena dorong-dorongan yang umumnya terjadi pada anak-anak.

            Saya, bersama guru agama yang berlainan agama, memang sepakat untuk bertindak tegas, terhadap siswa yang berselisih karena agama dan suku.

            Setiap hari Jum’at pagi, Sekolah mengadakan siraman rohani, biasa disingkat SR. Seluruh siswa yang beragama Islam, duduk rapi di halaman sekolah. Yang laki-laki, duduk rapih sesuai kelas masing-masing di bagian depan. Sementara yang

                                                         

perempuan, duduk seperi yang laki-laki di bagian belakang. Acara bervariasi, kadang membaca yasin berjamaah, membaca shalawat nabi, membaca dzikir, penampilan puisi, lagu religi, tilawah, tahfidz serta mendengarkan tausiah dan nasihat dari guru. Suara lantunan shalawat dan dzikir pun terdengar menggema.

            Di dalam ruangan agama Kristen, juga dilakukan hal yang sama sesuai ajaran dan keyakinan mereka. Lagu-lagu rohani dilantunkan dengan nyaring dan penuh semangat. Sementara, di sampingnya, di ruangan agama Budha, sedang dibacakan kalimat-kalimat suci mereka dengan suara nyaring juga, sambil merapatkan kedua telapak tangan dan memejamkan mata. 

            Ketika saya tidak sedang bertugas mengisi acara siraman rohani, sesekali saya berkeliling untuk mengamati kegiatan. Dari tengah lapangan sekolah, terdengar gemuruh suara siswa-siswa yang beragama Islam sedang membacakan shalawat atau dzikir. Lalu, ditimpal dengan suara lantunan lagu-lagu rohani siswa-siswa yang beragam Kristen. Para siswa yang beragama Budha pun, tidak mau ketinggalan, mereka membacakan kalimat suci dengan suara nyaring juga. Semua saling bersahutan karena jarak mereka berdekatan.

            Saya rasa ini sebuah pemandangan spiritual yang luar biasa. Meskipun mereka berbeda, namun mereka mampu menampilkan harmoni kedamaian dan sebuah tontonan mulia yang jarang ditemukan di tempat lain.

            Hasil olimpiade matematika tahun 2018/2019 tingkat Provinsi Riau, alhamdulillah, ketiga-tiganya diwakili siswa SD YPPI yaitu Keila, Melani dan Nicholas. Keila yang juga anak kandung saya, keturunan suku Sunda beragam Islam, Melani, keturunan Cina beragam Kristen, sementara Nicholas, keturunan Cina beragama Budha. Meskipun mereka berbeda latar belakang suku dan agama, mereka tidak pernah berselisih masalah agama. Mereka hidup rukun dan damai.

            Menjelang olimpiade tingkat Provinsi Riau, Dinas Pendidikan Kabupaten Siak, mengundang mereka bertiga, untuk melakukan pembinaan di kota Siak selama satu minggu. Untuk pembinanya, didatangkan seorang dosen dari Universitas Riau. Dosen tersebut sudah berpengalaman menangani team olimpiade matematika.

            Di Siak, mereka bertiga tinggal di sebuah hotel dan didampingi oleh guru pembina, pak Surya Saputra. Keila, satu kamar dengan Melani. Sementara Nicholas satu kamar dengan salah seorang peserta olimpiade bidang sains, yang kebetulan anak laki-laki.

            Ketika saya dan istri berkunjung ke sana, mereka bercerita, setiap hari Melani mengingatkan keila untuk shalat. Bahkan, ia setiap hari membangunkan Keila untuk shalat subuh.

            Begitulah sikap toleransi yang diwujudkan dalam sikap keseharian. Sungguh betapa indah dilihatnya. Dari ketiga siswa itu, alhamdulillah, Nicholas lolos tingkat Provinsi dan sekaligus mewakili Provinsi Riau untuk olimpiade tingkat nasional, yang diselenggarakan di kota Padang Provinsi Sumatra Barat.

            Inilah wujud sikap toleransi yang sesungguhnya. Ya, inilah the real tolerance,  yang benar-benar nyata diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekedar retorika penghias bibir dan juga bukan kumpulan teori basi.

            Dulu, semasa saya masih kecil, saat masih sekolah di SD, di kampung halaman, toleransi diajarkan hanya sebatas pada buku pelajaran tentang kerukunan umat beragama. Sementara realitanya, saya sebagai anak muslim, tak pernah dan sulit bergaul dengan orang-orang non muslim.

            Saya lihat, kehidupan sudah terkotak-kotak seolah tersekat oleh tembok yang kokoh. Anak-anak yang beragama Kristen, sekolah di komunitas mereka sendiri. Demikian juga dengan anak-anak yang beragama Islam, Hindu dan Budha. Sekolah-sekolah negeri hampir kebanyakan dipenuhi oleh siswa-siswa yang beragama Islam.

            Orang-orang keturunan Cina, punya komunitas sendiri dalam berbagai hal. Demikian juga di lingkungan masyarakat, semuanya serba terkotak-kotak. Tidak pernah ada pembauran seperti yang kulihat di tanah Melayu ini, khususnya di kota Perawang.

            Satu hal yang membuat hati ini teriris bercampur marah, saat saya menyaksikan prilaku, yang justru kontadiktif dengan suasana yang sudah terbangun di sekolah ini.

            Prilaku yang dimaksud, berupa seringnya muncul orang-orang yang tidak bertanggung jawab melecehkan simbol-simbol agama. Pelecehan-pelecehan itu dipublikasikan lewat media sosial, yang tentu saja mudah diakses oleh para siswa.

            Yang lebih menyedihkan lagi, ada semacam sikap pembiaran dari pihak yang berkuasa. Selain itu, ada kesan kurang tegas aparat terhadap terhadap pelaku-pelaku pemecah belah bangsa ini.

            Bila sikap pembiaran oleh penguasa dan kurang tegasnya aparat berwenang terhadap prilaku pelecehan agama, seperti yang sudah-sudah, saya khawatir, nilai-nilai toleransi yang sudah saya bangun dengan susah payah, bersama teman-teman lintas agama di tempat saya mengajar, akan sia-sia semuanya dan tak berarti apa-apa. Ibarat sebuah pohon yang sudah dipupuk, disiram dan dirawat sejak kecil, ternyata, ketika sudah tumbuh besar, ia dirusak, dipatahkan bahkan ditebang.


( Memoar adalah sepenggal perjalanan hidup seseorang/tokoh. Demikian juga tulisan ini merupakan sepenggal atau satu episode perjalanan hidup penulis. Harpan penulis, semoga memoar sederhana ini dapat bermanfaat dan memberi inspirasi buat sahabat "KItabisa")

 

Nantikan Memoar: Tangisan itu Berujung Senyuman Part 8 /Part terakhir dengan judul :

 

Dalam Sehari Makan di 3 Negara

 

Kontak Penulis/Blogger : 0822 8379 0651

 

The Real Tolerance of SD YPPI

Free kinds of fhotos snd videos...

https://www.pexels.com/id-id/@ahmad-khoibar-115812776/